Penyelesaian Perkara Pidana dengan Kesepakatan Perdamaian
by Abdul Ghofur in Hukum
Pertanyaan :
Sekitar satu bulan yang lalu teman saya secara tidak sengaja menabrak pengendara sepeda di jalan raya yang menyebabkan korban menderita patah tulang kaki dan tangan sebelah kanan. Pengendara sepeda (korban) tersebut akhirnya dibawa teman saya ke rumah sakit terdekat. Kemudian teman saya beritikad baik untuk memberikan bantuan biaya rumah sakit. Atas hal tersebut keluarga korban tidak terima dan melaporkan teman saya ke pihak Kepolisian. Apakah mungkin teman saya bisa memohon kesepakatan perdamaian yang bisa menghentikan penyidikan maupun penuntutan?
Jawab :
Terimakasih sudah bertanya. Pertanyaan seperti ini memang cukup sering di tanyakan kepada kami.Kecelakaan lalu lintas termasuk dalam kategori perkara tindak pidana dan sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu untuk kecelakaan yang menyebabkan kematian termasuk dalam aturan Pasal 359 KUHP, sedangkan untuk kecelakaan yang mengakibatkan luka-luka berat masuk dalam aturan Pasal 360 KUHP. Berdasarkan Pasal 12 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana (Perkap No 6 Tahun 2019) dalam proses penyidikan dapat dilakukan Keadilan Restoratif, apabila terpenuhi syarat:
Materiel, meliputi:
Tidak menimbulkan keresahan masyarakat atau tidak ada penolakan masyarakat;
Tidak berdampak konflik sosial;
Adanya pernyataan dari semua pihak yang terlibat untuk tidak keberatan, dan melepaskan hak menuntutnya di hadapan hukum;
Prinsip pembatas:
Pada Pelaku: Tingkat kesalahan pelaku relatif tidak berat, yakni kesalahan dalam bentuk kesengajaan; dan
Pelaku bukan residivis;
Pada Tindak Pidana dalam Proses:
Penyelidikan; dan Penyidikan, sebelum SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dikirim ke Penuntut Umum;
Formil, meliputi:
Surat permohonan perdamaian kedua belah pihak (pelapor dan terlapor);
Surat pernyataan perdamaian (akte dading) dan penyelesaian perselisihan para pihak yang berperkara (pelapor, dan/atau keluarga pelapor, terlapor dan/atau keluarga terlapor dan perwakilan dari tokoh masyarakat) diketahui oleh atasan Penyidik;
Berita acara pemeriksaan tambahan pihak yang berperkara setelah dilakukan penyelesaian perkara melalui Keadilan Restoratif;
Rekomendasi gelar perkara khusus yang menyetujui penyelesaian Keadilan Restoratif; dan
Pelaku tidak keberatan dan dilakukan secara sukarela atas tanggung jawab dan ganti rugi.
Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Perja No 15 tahun 2020) yang berbunyi:
Perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya berdasarkan Keadilan Restoratif dalam hal terpenuhi syarat sebagai berikut:
Tersangka baru pertama kali melakukan Tindak Pidana;
Tindak Pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; dan
Tindak Pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari Tindak Pidana tidak lebih dari Rp2.500.000,OO (dua juta lima ratus ribu rupiah).
Maka berdasarkan penjelasan pasal di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses pemeriksaan perkara sangat mungkin terjadi kesepakatan perdamaian. Namun dalam kesepakatan perdamaian sendiri memuat syarat yang telah diatur dalam undang-undang dan untuk mencapai titik kesepakatan perdamaian syarat tersebut harus dipenuhi oleh tersangka. Apabila kesepakatan perdamaian telah tercapai maka hal tersebut dapat menjadi alasan yang cukup untuk menghentikan penyidikan maupun penuntutan.
Sekian jawaban dari kami, semoga membantu anda.
Catatan : untuk Anda yang ingin berkonsultasi seputar masalah hukum apapun bisa datang dan konsultasi langsung ke kantor kami. Sedangkan bila Anda sibuk banyak kerjaan dan urusan dan ingin mewakilkan urusannya bisa telpon/SMS ke 085640693404 atau 082115577144 (Advokat Abdul Ghofur, SH). Untuk konsultasi via telpon/SMS tidak ada biaya/gratis. Sedangkan untuk konsultasi langsung dikenakan biaya tertentu. Hal ini dikarenakan padatnya agenda dan kesibukan kami dalam sidang di Pengadilan ataupun kegiatan lain seperti bertemu dengan klien, pejabat, tokoh masyarakat dan kegiatan sosial lainnya dan juga untuk menghargai waktu kami dan supaya anda menghargai waktu yang anda miliki.